the last gan..............................
20.05 | Author: MUSTAQIM SIGA

RIM di Indonesia dan masalahnya yang makin pelik (5)

Pemerintah tidak usah bangga dengan fakta bahwa pemakai BB di Indonesia terbesar di dunia. Dibandingkan dengan Malaysia dan Singapura, tidak ada 10%-nya dengan pemakai di Indonesia. Kenapa pengguna BB di Indonesia sangat besar, bahkan jauh lebih besar daripada negara-negara tetangga seperti Singapura. Bahkan jauh lebih banyak berlipat-lipat jumlahnya daripada pemakai di negara-negara maju? Jawabnnya adalah karena mayoritas pengguna BB di Indonesia adalah mereka yang berstatus pengangguran, atau masih berstatus sebagai pelajar/mahasiswa dan ibu rumah tangga. Bahkan saat ini banyak ditemui anak-anak yang masih sekolah di Sekolah Dasar yang menggunakan BB. Sedangkan di negara-negara seperti Singapura, Malaysia, dan di negara-negara maju BB hanya dipakai untuk keperluan bisnis/pekerjaan.


Deddy Avianto, Ketua IdBerry selaku komunitas pembuat themes BlackBerry pertama di dunia menjelaskan, RIM itu memiliki tiga bisnis model. Yaitu menjual perangkat, layanan berlangganan dan konten. "Jujur saja kita baru siap di konten. Dan RIM sangat mendukung. Belum siaplah Indonesia untuk bikin pabrik RIM atau server. Infrastruktur juga belum tentu memadai," katanya. Alhasil, pemerintah diminta untuk fokus dulu dalam pengembangan konten sembari membenahi infrastruktur, dibandingkan terus-terusan menuntut RIM membangun pabrik dan server untuk sekarang ini. "Saya bukan tidak mendukung RIM bikin pabrik atau server di Indonesia. Sangat mendukung! Tapi belum saatnya," tegas Deddy.


Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo Gatot S. Dewa Broto sebelumnya pernah menyatakan bahwa RIM memang sangat mempertimbangkan kesiapan infrastruktur Indonesia..."Hanya saja menurut saya hal itu cuma alasan. Sebab jika memang niat hal itu (pembangunan server BlackBerry di Indonesia) bisa dilakukan kok," tegas Gatot. "Tinggal bagaimana niat dari RIM sendiri. Dan dari pemerintah sebenarnya siap mendukung RIM jika mau bangun server BlackBerry di Indonesia," lanjutnya.


Fakta yang berbicara kini adalah RIM telah menempatkan pabrik BlackBerry di Malaysia. Sementara server network aggregator kabarnya ada di negara tetangga kita satu lagi, Singapura. Dengan kondisi itu, pemerintah merasa pantas kecewa. Terlebih, Indonesia merupakan salah satu pasar terbesar BlackBerry di dunia. Termasuk jika dibandingkan dengan Singapura dan Malaysia, Indonesia jauh lebih menjanjikan. Sehingga tak salah jika belakangan BRTI dan Kementerian Kominfo menuding RIM cuma menempatkan Indonesia sebagai tempat jualan. Yang kemudian tentu ditepis pihak RIM.


Peraturan inilah yang bakal menjadi “senjata pamungkas” bagi Pemerintah Indonesia untuk “memaksa” RIM membangun server lokal di Indonesia. Ditargetkan, rancangan peraturan tersebut akan selesai awal 2012. “Sebaiknya RIM ikut saja apa kata pemerintah, pasti beres. Tidak seperti sekarang ini,” kata Gatot Dewa Broto, Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkoinfo.


Namun menurut praktisi teknologi dan informasi Onno Purbo, kebijakan yang dilakukan pemerintah sekarang dan yang akan datang itu sangat tidak tepat. Bahkan dia golongkan sebagai satu kesalahan fatal. Karena peraturan tersebut hanya untuk operator ponsel, bukan terhadap vendor ponsel. Sedangkan RIM adalah sebuah perusahaan atau vendor dari ponsel BB. Dia bukan operator layaknya Telkomsel, XL, Indosat, dan lain-lain. BB hanya penyedia jasa layanan internet. BIS sama dengan layanan internet lainnya seperti Yahoo! dan Google, dan sejumlah penyedia aplikasi lain yang bisa dipakai di BB.


Jadi, kalau pemerintah benar-benar konsekuen, maka semua vendor ponsel lainnya juga harus diberlakukan ketentuan yang ini (sama); Nokia, iPhone, iPad, Ponsel Samsung, Samsung Galaxy Tab, dan lain-lain. Kalau mau konsisten dengan mengenakan juga pada BIS sebagai perusahaan penyedia jasa internet, maka peraturan itu harus juga berlaku kepada Google dan Yahoo! Sanggupkah pemerintah bersikap demikian? Apakah semua itu tidak akan membuat situasi dan kondisi nasional menjadi kacau-balau?

Kenapa pemerintah terus ngotot dengan kewajiban RIM membuat server-nya di Indonesia? Kalau, toh server itu dibangun di Indonesia atau di Singapura, tidak ada bedanya? Seperti yang dikatakan oleh pakar teknologi dan informasi Onno Purbo di sini. Dari segi hukum pun, seandainya server RIM dibangun di Indonesia, tetap saja tidak bisa dengan mudah pihak yang berwajib meminta akses masuk ke server tersebut. Tentu sama saja, harus mengikuti ketentuan hukum yang ketat agar bisa mengakses data di server tersebut.


Apabila keterangan Onno Purbo itu benar, maka kita akan kembali malu. Karena pihak RIM akan menganggap orang-orang yang seharusnya berkompeten dengan segala hal menyangkut teknologi informasi ini di Kementerian-nya itu ternyata orang-orang yang SDM-nya memprihatinkan, karena tidak bisa membedakan antara perusahaan jasa operator dengan jasa pelayanan internet. Dengan alasan SDM dan infrastruktur jugalah yang membuat RIM memutuskan membangun pabriknya di Malaysia, bukan di Indonesia.


Secara logika sederhana, maka memang sangat keterlaluan dan aneh; RIM sudah tahu bahwa pemakai produknya 10 kali lipat daripada Malaysia. Tetapi kenapa mereka malah tidak membangun pabriknya di Indonesia? Kalau RIM melakukan hal itu, bukan dia bodoh sendiri? Pemerintah tidak usah terlalu marah-marah.


Ternyata RIM tidak bodoh, tentu saja, dan juga tidak ada yang aneh. Karena pertimbangan RIM di sini adalah pertimbangan bisnis semata. SDM dan infrastruktur di Indonesia dinilai masih jauh dibandingkan dengan Malaysia. Secara umum saja, bisa dikatakan bahwa di Malaysia belum pernah ada demo-demo buruh yang membuat pabrik terpaksa mandek berproduksi, infrastruktur jalan yang masih memprihatinkan dibandingkan dengan Malaysia. Di Malaysia relatif tidak ada investor yang diperas oleh birokrat kalau hendak berinvestasi baru di Indonesia. Prosedur yang tidak berbelit-belit, dan juga bahwa kemampuan bahasa Inggris orang di Malaysia jauh lebih baik daripada rata-rata di Indonesia.


Jadi, sebetulnya Indonesia tidak perlu terlalu reaktif dengan keputusan RIM membangun pabriknya di Malaysia. Indonesia harus bercermin dulu sebelum marah. Introspeksi, bagaimana kualitas SDM-nya. Lalu, apakah di Indonesia tidak pernah ada demo buruh seperti di Malaysia? Bagaimana dengan kualitas infrastruktur di Indonesia, apakah sudah memadai? Kalau semua itu masih rata-rata jelek dibandingkan Malaysia, lalu kenapa marah ketika RIM membangun pabriknya di tempat yang lebih prospek?

Kita memang kecewa, dan juga harus prihatin. Karena kita untuk kesekian kali diperlakukan hanya sebagai obyek penjualan produk-produk mereka itu. Sebetulnya bukan hanya BB tetapi sangat banyak produk impor lain yang juga begitu. Indonesia dikenal hanya sebagai pemakai yang terbesar di dunia, tetapi sama sekali tidak berarti sebagai produsen.

Bisa jadi, sebelum memutuskan membangun pabriknya di mana, RIM telah menggunakan berbagai data terpercaya. Salah satunya adalah laporan dari World Economic Forum dalam The Global Competitiveness Report 2011-2012. Dalam laporan tersebut Indonesia berada di urutan ke-46, sedangkan Malaysia berada di peringkat ke-21 di dunia sebagai negara yang direkomendasikan untuk dijadikan lokasi investasi.

Peringkat Malaysia naik 5 poin dari sebelumnya 26 sedangkan peringkat Indonesia justru turun 2 poin dibanding tahun lalu, yang semula di urutan ke-44. Kenaikan peringkat daya saing Malaysia ini ditunjang kemajuan institusinya dan kondisi makroekonomi seperti ukuran efisiensi pasar. Keunggulan lainnya yaitu memiliki kinerja efisien dalam hal sektor finansial menempatkan negeri jiran ini sebagai negara yang paling maju setelah Singapura dan Hong Kong atau berada di peringkat 3. Sementara itu, Indonesia jauh tertinggal di peringkat 69.

Malaysia juga dinilai lebih siap dalam penyerapan teknologi dibandingkan Indonesia. Peringkat Malaysia di aspek ini ada pada urutan ke-44 dunia sedangkan Indonesia jauh di bawahnya, peringkat ke-94. Di sektor infrastrukur Malaysia juga jauh lebih unggul daripada Indonesia: Infrastruktur Malaysia menempati peringkat ke-26. Sementara itu Indonesia tertinggal di peringkat ke-76. Tingkat efisiensi tenaga kerja, Malaysia menempati peringkat ke-20 sedangkan Indonesia berada di peringkat ke-94.

Indonesia hanya memiliki keunggulan dalam hal volume pasar yang berada di peringkat ke-15, dibandingkan dengan Malaysia di urutan ke-29. Tidak heran karena selain jumlah penduduknya yang sangat besar, juga karena tingkat konsumtif di Indonesia adalah yang termasuk salah satu terbesar di dunia. Sayang semangat konsumtif yang tinggi itu tidak diiringi dengan semangat atau tingkat produktifitas yang tinggi juga.


Nah, dengan fakta-fakta begini, apakah kita masih pantas marah kepada RIM yang telah memutuksan membangun pabriknya di Malaysia? Itu namanya tidak tahu diri. Seperti laki-laki yang marah ketika seorang perempuan lebih memilih laki-laki lain daripada dirinya sebagai pasangannya. Padahal kalau diamau introspeksi diri, maka dia akan sadar kenapa bukan dia yang dipilih. Dirnya bukan sarjana, wajah memprihatinkan, tidak punya keahlian yang memadai, dan pengangguran. Sebaliknya dengan saingannya, yang dipilih si perempuan.

Kalau tetap mau marah tanpa mau tahu dengan semua latar-belakang itu, ya, marah yang benaran, dong! Supaya Indonesia tidak terus-menerus dijadikan obyek untuk memasarkan suatu produk oleh perusahaan-perusahaan raksasa semacam RIM dengan BB ini. Hentikan saja semua layanan RIM itu sekarang juga. Sampai mereka mengikuti maunya pemerintah Indonesia bagaimana. Tidak perlu pakai gertak-gertak, ancam-ancam, dan ultimatum segala. Apalagi kalau kelamaan dimolor-molor ancamannya. Orang akan menjadi curiga, jangan-jangan marahnya dan ancamannya itu hanya pengalihan isu. Maaf, telanjur curiga… Soalnya ini kan negara ini yang dipimpin oleh banyak tikus kaki dua? 


|
This entry was posted on 20.05 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: